Sebenernya ini malem :D
Sabtu ini Nisa dan saya jalan-jalan ke Kinderdijk, salah satu kota kecil di Rotterdam yang banyak kincir angin tuanya. Perjalanan ditempuh menggunakan bus Arriva nomor 90 tujuan Rotterdam Central, dari Jaarbeursplein, Utrecht Central. Kurang lebih, perjalanan bakal menempuh waktu satu setengah jam. Jauh mas bro!
Kami berencana pergi naik bus 90 yang berangkat pukul 9.43 pagi. Mengingat perjalanan yang cukup jauh, di google earth sih mestinya 60-an kilometer, saya harus memastikan bahwa saldo OV-chip kaart (prepaid card yang dipakai untuk membayar sarana transportasi umum seperti bus, tram, metro, dan kereta di dalam Belanda) cukup untuk dipakai bolak-balik Utrecht-Kinderdijk-Utrecht.
Begitu menaiki bus lewat pintu depan, pikiran saya melayang-layang memikirkan cukup-enggaknya saldo yang tinggal 12 euro-an ini dibawa ke Kinderdijk, saya langsung bertanya kepada bu driver, "How much is the cost to Kinderdijk?" Bu driver jawab gini, "In Holland, we usually start from saying good morning." Lalu saya buru-buru minta maaf dan bilang good morning, dilanjutkan dengan mengulangi pertanyaan saya sebelumnya. Maluuu pisan euy.
Saturday, October 15, 2011
Friday, October 14, 2011
Sebagian Cerita Pramuka Jaman SMA
Malem ini lagi-lagi saya teringat tentang nostalgila jaman masih muda dulu. Yah, semua bermula dari cerita ngalor-ngidul tentang kegiatan ekstrakurikuler pramuka jaman sekolah dulu. Inget pramuka, inget dong sama kegiatan di bhayangkara dulu, inget juga dong sama pertemuan dengan si dia dulu. Ups, jadi malu. Mudah-mudahan suami saya nanti (cailah, siapa ya?) nggak cemburu waktu baca postingan ini. Setiap orang tentu pernah muda dong. Dan saat muda, sesuatu bisa saja terjadi. Hehe.
Udah bukan cerita baru lagi kalo kelas 2 SMA dulu saya aktif di kegiatan pramuka. Itu adalah satu-satunya kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikutin selama sekolah dulu, officially sejak kelas 4 sekolah dasar. SD dulu saya belum begitu suka pramuka. Jam enak-enaknya tidur siang, atau nonton film akhir pekan yang bagus, malah pakek seragam pramuka lengkap, dijemur di bawah terik matahari. Yang namanya apel pembukaan di siang bolong jam 3 yang masih panas luar biasa emang sangat menyiksa. Udah saya dulu berbadan mungil, ditempatkan di barisan paling belakang pula. Pengen cepet-cepet pulang.
Enaknya ikut pramuka baru terasa saat SMP. Berlanjut saat setelah dilantik menjadi pasukan bantara di SMA. Lalu terpilih mewakili sekolah bersama temen-temen lainnya untuk menjadi anggota pelajar bhayangkara tingkat kecamatan. Disitulah saya mulai mengenal lebih deket temen-temen pramuka dari sekolah lain.
Hari itu ada kegiatan gladi resik persiapan sebuah acara di kantor kecamatan. Ehem, harap maklum ya, jaman sekolah dulu (sebelum dipindahkan ke Palembang), saya cuman populer di tingkat kecamatan :D.
Kembali ke gladi resik di kantor kecamatan. Kalo nggak salah, itu adalah hari penyambutan camat yang baru. Anggota pelajar bhayangkara kebetulan diundang untuk membantu panitia pelaksana acara. Sebagai anggota penting di kalangan pelajar bhayangkara (cailah) saya tentu hapal siapa-siapa saja rekan-rekan saya, baik yang satu sekolah maupun yang dari sekolah lain. Sebelum gladi resik dimulai, perhatian saya tertuju kepada beberapa pelajar putra, yang saya yakini bukan dari sekolah saya, ikut berkumpul bersama anggota pelajar bhayangkara yang lain. Salah satu dari orang-orang baru itu berseragam putih-abu menaiki sebuah sepeda W*m C*cle keren, terlihat mengobrol bersama anggota pelajar bhayangkara di bawah pohon di depan kantor kecamatan. Aneh, di acara bhayangkara gini kok dia pake seragam putih-abu, sementara pelajar yang lain pake seragam pramuka.
Sekedar info, jaman kelas 2 SMA dulu, sepeda tentu bukan kendaraan yang populer. Kebanyakan pelajar SMA menaiki kendaraan bermotor, motor atau mobil. Cuman satu atau dua pelajar saja yang naek sepeda ke sekolah, yang saya tau, mereka adalah pelajar yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau kendaraan umum. Walaupun tempat tinggalnya cukup jauh, mereka tetep semangat bersekolah dengan sepeda mereka. Salut deh buat mereka yang tetep eksis bersepeda.
Entah kenapa, saat itu saya betul-betul ingin tau siapakah si pemuda bersepeda itu. Pertama, karena dia cukup good-looking dan saya baru pertama kali melihat dia di rombongan pelajar bhayangkara. Kedua, karena dari jauh dia terlihat cukup pendiam namun sesekali terlihat tertawa renyah, dan senyumnya juga begitu sumringah. Ketiga, karena baju putih-abu dan sepedanya, terlihat berbeda saja menurut saya.
Hari itu, pertanyaan siapakah namanya tak kunjung terjawab. Beberapa temen dari sekolah yang sama dengan saya juga nggak tau siapa namanya. Mau tanya temen dari sekolah lain yang kira-kira satu sekolah dengannya, saya malu dan nggak punya alasan yang tepat kenapa nanya namanya. Sampe akhirnya waktu absen tiba. Saya edarkan secarik kertas kepada semua pelajar yang hadir disitu. Saya perhatikan, di giliran ke berapa dia menulis nama. Setelah kertas absen kembali ke tangan saya, saya menerka-nerka, yang manakah nama pemuda itu? Yak, pasti yang itu! Ebuset, namanya cuman ditulis pake tiga huruf.
Hari berikutnya, tepat di hari pelaksanaan acara di kantor kecamatan. Si pemilik tiga huruf itu nggak muncul batang hidungnya. Sampe acara selesai. Nggak tanggung jawab banget, umpat saya dalam hati.
Berbekal nama yang cuman 3 huruf dan asal sekolah, saya mulai mencari-cari, siapakah dia sebenernya. Lalu sekitar seminggu kemudian, bermodalkan informasi dan bantuan dari sana-sini, akhirnya saya tau nama lengkapnya, dimana rumahnya, dan asal sekolah SD dan SMP-nya. Hehehe. Kebetulan banget, temen sekelas saya ada yang kenal deket sama dia. (Awal Maret lalu saya dapet kabar kalo temen sekelas saya itu, Sundari, yang memperkenalkan saya dengan pemilik tiga huruf itu, meninggal dunia. Semoga diampuni dosa-dosanya, semoga diterima di sisi-Nya).
Berkat bantuan Sundari si mak comblang, akhirnya saat itu saya bisa bertemu kembali dengannya. Begitulah, akhirnya saya mengenalnya lebih banyak lagi. Berteman dekat dengannya selama lebih dari setahun yang cukup menyenangkan. (Setelah itu saya baru tau, ternyata dia nggak dateng di hari-H kegiatan di kantor kecamatan karena dia nggak punya baju pramuka. Selama ini dia selalu pakai seragam putih-abu dan seragam khusus sekolahnya di hari-hari sekolah.) Semoga bertemu lagi ya! ^__^
Udah bukan cerita baru lagi kalo kelas 2 SMA dulu saya aktif di kegiatan pramuka. Itu adalah satu-satunya kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikutin selama sekolah dulu, officially sejak kelas 4 sekolah dasar. SD dulu saya belum begitu suka pramuka. Jam enak-enaknya tidur siang, atau nonton film akhir pekan yang bagus, malah pakek seragam pramuka lengkap, dijemur di bawah terik matahari. Yang namanya apel pembukaan di siang bolong jam 3 yang masih panas luar biasa emang sangat menyiksa. Udah saya dulu berbadan mungil, ditempatkan di barisan paling belakang pula. Pengen cepet-cepet pulang.
Enaknya ikut pramuka baru terasa saat SMP. Berlanjut saat setelah dilantik menjadi pasukan bantara di SMA. Lalu terpilih mewakili sekolah bersama temen-temen lainnya untuk menjadi anggota pelajar bhayangkara tingkat kecamatan. Disitulah saya mulai mengenal lebih deket temen-temen pramuka dari sekolah lain.
Hari itu ada kegiatan gladi resik persiapan sebuah acara di kantor kecamatan. Ehem, harap maklum ya, jaman sekolah dulu (sebelum dipindahkan ke Palembang), saya cuman populer di tingkat kecamatan :D.
Kembali ke gladi resik di kantor kecamatan. Kalo nggak salah, itu adalah hari penyambutan camat yang baru. Anggota pelajar bhayangkara kebetulan diundang untuk membantu panitia pelaksana acara. Sebagai anggota penting di kalangan pelajar bhayangkara (cailah) saya tentu hapal siapa-siapa saja rekan-rekan saya, baik yang satu sekolah maupun yang dari sekolah lain. Sebelum gladi resik dimulai, perhatian saya tertuju kepada beberapa pelajar putra, yang saya yakini bukan dari sekolah saya, ikut berkumpul bersama anggota pelajar bhayangkara yang lain. Salah satu dari orang-orang baru itu berseragam putih-abu menaiki sebuah sepeda W*m C*cle keren, terlihat mengobrol bersama anggota pelajar bhayangkara di bawah pohon di depan kantor kecamatan. Aneh, di acara bhayangkara gini kok dia pake seragam putih-abu, sementara pelajar yang lain pake seragam pramuka.
Sekedar info, jaman kelas 2 SMA dulu, sepeda tentu bukan kendaraan yang populer. Kebanyakan pelajar SMA menaiki kendaraan bermotor, motor atau mobil. Cuman satu atau dua pelajar saja yang naek sepeda ke sekolah, yang saya tau, mereka adalah pelajar yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau kendaraan umum. Walaupun tempat tinggalnya cukup jauh, mereka tetep semangat bersekolah dengan sepeda mereka. Salut deh buat mereka yang tetep eksis bersepeda.
Entah kenapa, saat itu saya betul-betul ingin tau siapakah si pemuda bersepeda itu. Pertama, karena dia cukup good-looking dan saya baru pertama kali melihat dia di rombongan pelajar bhayangkara. Kedua, karena dari jauh dia terlihat cukup pendiam namun sesekali terlihat tertawa renyah, dan senyumnya juga begitu sumringah. Ketiga, karena baju putih-abu dan sepedanya, terlihat berbeda saja menurut saya.
Hari itu, pertanyaan siapakah namanya tak kunjung terjawab. Beberapa temen dari sekolah yang sama dengan saya juga nggak tau siapa namanya. Mau tanya temen dari sekolah lain yang kira-kira satu sekolah dengannya, saya malu dan nggak punya alasan yang tepat kenapa nanya namanya. Sampe akhirnya waktu absen tiba. Saya edarkan secarik kertas kepada semua pelajar yang hadir disitu. Saya perhatikan, di giliran ke berapa dia menulis nama. Setelah kertas absen kembali ke tangan saya, saya menerka-nerka, yang manakah nama pemuda itu? Yak, pasti yang itu! Ebuset, namanya cuman ditulis pake tiga huruf.
Hari berikutnya, tepat di hari pelaksanaan acara di kantor kecamatan. Si pemilik tiga huruf itu nggak muncul batang hidungnya. Sampe acara selesai. Nggak tanggung jawab banget, umpat saya dalam hati.
Berbekal nama yang cuman 3 huruf dan asal sekolah, saya mulai mencari-cari, siapakah dia sebenernya. Lalu sekitar seminggu kemudian, bermodalkan informasi dan bantuan dari sana-sini, akhirnya saya tau nama lengkapnya, dimana rumahnya, dan asal sekolah SD dan SMP-nya. Hehehe. Kebetulan banget, temen sekelas saya ada yang kenal deket sama dia. (Awal Maret lalu saya dapet kabar kalo temen sekelas saya itu, Sundari, yang memperkenalkan saya dengan pemilik tiga huruf itu, meninggal dunia. Semoga diampuni dosa-dosanya, semoga diterima di sisi-Nya).
Berkat bantuan Sundari si mak comblang, akhirnya saat itu saya bisa bertemu kembali dengannya. Begitulah, akhirnya saya mengenalnya lebih banyak lagi. Berteman dekat dengannya selama lebih dari setahun yang cukup menyenangkan. (Setelah itu saya baru tau, ternyata dia nggak dateng di hari-H kegiatan di kantor kecamatan karena dia nggak punya baju pramuka. Selama ini dia selalu pakai seragam putih-abu dan seragam khusus sekolahnya di hari-hari sekolah.) Semoga bertemu lagi ya! ^__^
Sunday, October 9, 2011
Mana Ceritamu?
Hai hai! Udah hari ke-10 di bulan Oktober nih. Artinya, pulang ke Indonesia udah kurang dari 4 bulan lagi. Cihuy!
Udah pada tau belom, saya lulus ujian Geometry lho! Eh, apa? Nggak nanya? :D
Jadi tanggal 30 September kemaren, saya dan dua orang temen lainnya melancong ke TU Delft, kampusnya Pak Ucup waktu beliau kuliah master dan doctoral. Bukan, bukan buat bermain, tapi saya pergi kesana guna menemui dosen pengasuh mata kuliah Geometry. Lebih tepatnya, menyahur ketidaklulusan dua kali ujian Geometry beberapa bulan yang lalu. Terlalu! Usaha yang disertai dengan cucuran keringat dan tetesan darah, berakhir dengan remark menyejukkan dari sang dosen, "Today you are pretty good. You must have worked very hard." Saya yang cuman bisa cengar-cengir sendiri begitu dikasih tau kalo lulus.
Kabar bahagia lainnya, saya punya rumah baru. Bukan, bukan beli rumah sendiri. Saya pindah rumah, nggak lagi bareng sama temen-temen seperjuangan, sekelas, sepenanggungan. Sekarang saya indekos di rumah salah satu keluarga Indonesia yang udah bertahun-tahun tinggal dan berkeluarga disini. Mas Arga aslinya dari Jawa Barat, sementara istrinya, Mbak Oci, dari Pontianak. Ketiga anaknya lucu-lucu dan menggemaskan, Dewa, Eca, sama Rafa. Dari kamar lantai 2 (paling atas) yang atapnya miring ini, saya akan terus mengupdate kegiatan saya yang nggak penting di blog ini. Hihihi.
Mana ceritamu?
Sore tadi saya telpon-telponan sama Ibu. Ibu yang nggak bisa-bisa pakek Yahoo! Messenger atau Skype memaksa saya untuk merogoh kocek lebih dalam guna membeli pulsa. Kalo YM-an atau Skype-an kan lumayan, bisa telponan lama dan gretongan.
Di sela-sela obrolan, Ibu nanya, "Udah punya cerita apa aja Sep?" Eh? Cerita? Bukannya selama ngobrol tadi saya udah bercerita? "Biasanya orang-orang yang sekolah ke luar negeri punya banyak cerita. Trus nanti dibuat buku. Kayak siapa itu yang bikin komik, yang kuliah di Australia.." Maksudnya Raditya Dika!
Buat buku! Selama ini saya emang pengen membuat buku, tapi buku pendidikan, buku matematika sekolah yang keren. Bukan buku petualangan seru ke luar negeri. Nggak seru banget kalo ceritanya tentang ujian ulang geometry yang sampe dua kali, cerita tesis yang masih labil ganti-ganti topik, cerita salah beli minyak, atau cerita hunting barang-barang yang udah nggak kepake lagi di Koninginnedag.
Petualangan saya mungkin terlalu flat jika dibandingkan cerita petualangan seseorang di negeri orang. Cukuplah kalian dan orang-orang terdekat saja yang mendengar sebagian petualangan saya (nggaksombongdotcom).
Udah pada tau belom, saya lulus ujian Geometry lho! Eh, apa? Nggak nanya? :D
Jadi tanggal 30 September kemaren, saya dan dua orang temen lainnya melancong ke TU Delft, kampusnya Pak Ucup waktu beliau kuliah master dan doctoral. Bukan, bukan buat bermain, tapi saya pergi kesana guna menemui dosen pengasuh mata kuliah Geometry. Lebih tepatnya, menyahur ketidaklulusan dua kali ujian Geometry beberapa bulan yang lalu. Terlalu! Usaha yang disertai dengan cucuran keringat dan tetesan darah, berakhir dengan remark menyejukkan dari sang dosen, "Today you are pretty good. You must have worked very hard." Saya yang cuman bisa cengar-cengir sendiri begitu dikasih tau kalo lulus.
Kabar bahagia lainnya, saya punya rumah baru. Bukan, bukan beli rumah sendiri. Saya pindah rumah, nggak lagi bareng sama temen-temen seperjuangan, sekelas, sepenanggungan. Sekarang saya indekos di rumah salah satu keluarga Indonesia yang udah bertahun-tahun tinggal dan berkeluarga disini. Mas Arga aslinya dari Jawa Barat, sementara istrinya, Mbak Oci, dari Pontianak. Ketiga anaknya lucu-lucu dan menggemaskan, Dewa, Eca, sama Rafa. Dari kamar lantai 2 (paling atas) yang atapnya miring ini, saya akan terus mengupdate kegiatan saya yang nggak penting di blog ini. Hihihi.
Mana ceritamu?
Sore tadi saya telpon-telponan sama Ibu. Ibu yang nggak bisa-bisa pakek Yahoo! Messenger atau Skype memaksa saya untuk merogoh kocek lebih dalam guna membeli pulsa. Kalo YM-an atau Skype-an kan lumayan, bisa telponan lama dan gretongan.
Di sela-sela obrolan, Ibu nanya, "Udah punya cerita apa aja Sep?" Eh? Cerita? Bukannya selama ngobrol tadi saya udah bercerita? "Biasanya orang-orang yang sekolah ke luar negeri punya banyak cerita. Trus nanti dibuat buku. Kayak siapa itu yang bikin komik, yang kuliah di Australia.." Maksudnya Raditya Dika!
Buat buku! Selama ini saya emang pengen membuat buku, tapi buku pendidikan, buku matematika sekolah yang keren. Bukan buku petualangan seru ke luar negeri. Nggak seru banget kalo ceritanya tentang ujian ulang geometry yang sampe dua kali, cerita tesis yang masih labil ganti-ganti topik, cerita salah beli minyak, atau cerita hunting barang-barang yang udah nggak kepake lagi di Koninginnedag.
Petualangan saya mungkin terlalu flat jika dibandingkan cerita petualangan seseorang di negeri orang. Cukuplah kalian dan orang-orang terdekat saja yang mendengar sebagian petualangan saya (nggaksombongdotcom).
Subscribe to:
Posts (Atom)