Friday, July 26, 2019

Gaji Delapan Juta

Rame bahas gaji delapan juta, aku jadi inget berapa gaji pertamaku dulu. Pertama kali bekerja dan dibayar, stick to schedule, aku mulai sekitar tahun 2008 sekitar awal semester 7 di Palembang. Kerjanya adalah dateng dari rumah ke rumah untuk ngajar les privat. Siswa pertamaku dulu siswa kelas 4 SD di daerah Kenten. Dari Bukit Besar aku harus naik bus Bukit warna biru, turun di sekitar jalan Jenderal Sudirman, nyambung lagi bus Kenten. Saat turun pun masih harus berjalan kaki sekitar 800 m sebelum sampai ke rumah siswa. Ada sih ojeg, tapi rasanya sayang banget harus merogoh kocek lebih dalam untuk memanggil mamang ojeg. Itu rutin saya lalukan dua kali seminggu. 

Satu lagi siswa privatku rumahnya di sekitar belakang SMA Methodist 1. Sekali pertemuan waktu itu dihargai 40ribu untuk siswa SD dan 50ribu untuk siswa SMA. Jika aku datang sebulan 8 kali, dan dipotong 20% untuk penyalur siswanya, maka gajiku sebulan sekitar 576.000. Merasa unfair? Iya sih, terutama karena harus dipotong 20% oleh penyalur. Tapi sebagai mahasiswa dengan jatah uang bulanan 500-600ribu, gaji segitu udah sangat besar bagiku. 

Pun setelah tamat dan mendapatkan gelar S2, gaji pertamaku tidak jauh dari nominal tersebut. Saya ingat sekali nasihat salah satu dosen yang saat itu sudah menjadi rekan kerjaku, beliau mengingatkan tentang ungkapan lama, yaitu "pengalaman itu mahal harganya". Klise memang, tapi sangat mengena saat itu. "Anggap saja kamu digaji 5 juta, dimana 4 jutanya dipotong untuk membayar pengalaman". Dan Alhamdulillahnya, seiring dengan bertambahnya pengalaman, ungkapan itu menepati janjinya. 

Demikianlah sedikit curahan tentang gaji pertamaku. Menurutku, kalau kamu punya skill yang luar biasa, tidak ada salahnya dengan 'menjual mahal' kemampuanmu itu. Yang salah adalah meminta mahal karena embel-embel almamatermu. Sekian 😁

No comments:

Post a Comment